1.
Pilih masing-masing satu breed untuk 2
spesies ternak, kemudian buat taksonominya berdasarkan taksonomi hewan.
Jelaskan pula ciri-ciri atau karakteristik masing-masing level dalam taksonomi
terserbu
Klasifikasi
Domba
Berdasarkan taksonominya, domba
merupakan hewan ruminansia yang berkuku
dua dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba
termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries (Johnston,
1983). Taksonomi domba menurut Blakely
dan Bade (1985) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia (hewan)
Phylum : Chordata (hewan bertulang
belakang)
Class : Mammalia (hewan menyusui)
Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku
genap)
Family : Bovidae (memamah biak)
Genus : Ovis (domba)
Spesies : Ovis aries (domba yang
didomestikasi)
Klasifikasi
domba yang paling umum adalah berdasarkan pada jenis woll yang dihasilkan.
Faktor-faktor lainnya seperti jenis daging, warna tanduk serta karakteristik
kemampuan adaptasinya diperhatikan pada setiap jenisnya. Selain digunakan
sebagai penghasil wool domba juga dimanfaatkan sebagai penghasil lemak, daging
dan susunya. Ternak kambing yang ada pada saat ini diperkirakan berasal dari
beberapa tetua yaitu, Capra hircuIs dan Capra falconeri.
Kemampuan adaptasi domba yang sangat baik ini menjadikannya banyak
dimaanfaatkan baik sebagai penghasil daging, kulit susu bahkan tenaganya. Domba
mampu memanfaatkan 90 jenis pakan atau hijauan dan mampu hidup di daerah yang
struktur tanahnya berpasirdengan kondisi lingkungan yang bervariasi (AAK,
1991).
Domba
diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan hijauan) karena pakan
utamanya adalah hijauan yang berupa rumput dan legum. Domba juga merupakan
hewan mamalia, karena menyusui anak-anaknya. Sistem pencernaan pakan yang khas
di dalam rumen menyebabkan domba juga digolongkan sebagai ternak ruminansia.
Sistem pencernaan yang khas inilah yang menyebabkan domba mampu mengkonversi
pakan-pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging
dan susu, serta hasil ikutan yang berkualitas tinggi, seperti kulit dan wol
(Abidin, 1997).
1.
Domba Garut
Berdasarkan asal
usulnya domba garut merupakan hasil persilangan segitiga
antara domba
Merino, Lokal, dan Kaapsche (cape) dari Afrika Selatan (Sugeng,
1995). Menurut
Budinuryanto (1991), domba garut pada awalnya terbentuk melalui
suatu proses
persilangan yang kurang terencana antara domba lokal dengan domba
Merino dan domba
Kaapstad sehingga dalam perkembangan selanjutnya terdapat
berbagai bentuk
fenotipe dan karakteristik yang relatif berbeda-beda. Menurut
Sumantri et al.,
(2007) domba garut atau domba priangan merupakan domba lokal
Indonesia yang
banyak tersebar di Jawa Barat terutama di Kabupaten Garut.
Domba garut
terbagi menjadi tipe tangkas (aduan) dan tipe pedaging. Domba
garut pedaging
jantan maupun betina memiliki ciri-ciri garis muka lurus, bentuk
mata normal,
bentuk telinga hiris dan rubak, garis punggung lurus, bentuk bulu lurus 4 dengan
warna dasar dominan putih, jantan bertanduk dan betina kebanyakan tidak
bertanduk (Riwantoro, 2005).
Domba
garut tipe tangkas dan tipe pedaging memiliki bobot badan yang
berbeda.
Berdasarkan studi keragaman genetik DNA mikrosatelit dan hubungannya dengan bobot badan pada domba lokal di
Indonesia, Sumantri et al., (2008) menyatakan domba garut tipe pedaging dan
tipe tangkas mempunyai alel spesifik untuk
marka bobot badan. Berdasarkan hasil penelitian Mansjoer et al., (2007). secara
umum domba garut tipe tangkas mempunyai bobot badan lebih tinggi dari tipe pedaging. Domba tangkas jantan dewasa yang
berumur lebih dari satu tahun, memiliki
bobot badan antara 51-84 kg dengan rataan 66,78 ± 7,93 cm dan garut betina tipe
tangkas memiliki bobot badan 42,33 ± 7,53 kg (Anang, 1992). Penelitian Salamahwati (2004) menyatakan bahwa domba
garut pedaging jantan umur 1 tahun memiliki
bobot badan 31,44 ± 5,22 kg mba ekor gemuk ini
banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa
Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala.
Di pulau Jawa dikenal juga dengan domba
kibas Tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian
pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor
kecil tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak bertanduk dan bulu wolnya kasar.
Abidin (1997) mengemukakan bahwa Domba ini
dikenal sebagai domba yang
tahan terhadap panas dan kering. Domba ini
diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada
abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779 pemerintah Hindia Belanda telah
mengimpor domba Kirmani,
yaitu domba ekor gemuk dari Persia. pakah domba
ekor gemuk merupakan keturunan dari domba-domba ini,
belum diketahui. Bentuk tubuh domba
ekor gemuk lebih besar dari pada domba ekor tipis. Domba ini
merupakan domba
pedaging atau domba
potong , berat jantan dewasa antara 40 – 60 kg, sedangkan berat
badan betina dewasa 25 – 35 kg. Tinggi badan pada jantan dewasa antara 60 – 65
cm, sedangkan pada betina dewasa 52 – 60 cm. DiIndonesia Domba
ekor gemuk ini disilangkan dengan domba merino dan domba ekor tipis sehingga
menghasilkan keturunan yang sering dipakai domba aduan atau dikenal dengan domba garut(Cahyono,1998).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar